Beranda | Artikel
Shalat Sunnah Maghrib
Rabu, 31 Oktober 2018

 

Bagaimana shalat sunnah Maghrib yaitu qabliyah dan badiyahnya? Bisa Anda kaji secara langsung lewat tulisan ini yang diambil dari Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Al-Fadhail.

 

201. Bab Shalat Sunnah Maghrib Sesudah dan Sebelumnya

 

تَقَدَّمَ فِي هَذِهِ الأَبْوَابِ حَدِيْثُ ابْنِ عُمَرَ وَحَدِيْثُ عَائِشَةَ ، وَهُمَا صَحِيْحَانِ : أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَانَ يُصَلِّي بَعدَ المَغْرِبِ رَكْعَتَيْنِ.

Pada bab-bab sebelumnya terdapat hadits Ibnu ‘Umar dan Aisyah yang shahih di mana disebutkan bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat bada Maghrib dua rakaat.

 

Hadits #1122

وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مُغَفَّلٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، عَنِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( صَلُّوا قَبْلَ المَغْرِبِ )) قَالَ فِي الثَّالِثَةِ : (( لِمَنْ شَاءَ )) رَوَاهُ البُخَارِيُّ.

Dari ‘Abdullah bin Mughaffal radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalatlah kalian sebelum Maghrib.” Beliau berkata, pada yang ketiga kalinya, “Bagi siapa yang mau.” (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 1183]

 

Hadits #1123

وَعَنْ أَنَسٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : لَقَدْ رَأيْتُ كِبَارَ أصْحَابِ رَسُولِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، يَبْتَدِرُونَ السَّوَارِيَ عِندَ المَغْرِبِ . رَوَاهُ البُخَارِيُّ.

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku telah melihat para sahabat senior Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersegera menuju tiang-tiang masjid ketika Maghrib.” (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 504]

 

Hadits #1124

وَعَنْهُ ، قَالَ : كُنَّا نُصَلِّي عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ غُرُوبِ الشَّمْسِ قَبْلَ المَغْرِبِ ، فَقِيلَ : أَكَانَ رسولُ الله – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – صَلاَّهما ؟ قَالَ : كَانَ يَرَانَا نُصَلِّيهِمَا فَلَمْ يَأمُرْنَا وَلَمْ يَنْهَنَا . رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami biasa melakukan shalat pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dua rakaat setelah terbitnya matahari sebelum shalat Maghrib. Maka dikatakan, ‘Apakah Rasulullah melakukan hal itu?’” Anas menjawab, “Beliau melihat kami melakukannya, tetapi beliau tidak memerintahkan dan tidak pula melarang kami.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 836]

 

Hadits #1125

وَعَنْهُ ، قَالَ : كُنَّا بِالمَدِينَةِ فَإذَا أذَّنَ المُؤَذِّنُ لِصَلاَةِ المَغْرِبِ ، ابْتَدَرُوا السَّوَارِيَ ، فَرَكَعُوا رَكْعَتَيْنِ ، حَتَّى إنَّ الرَّجُلَ الغَريبَ لَيَدْخُلُ المَسْجِدَ فَيَحْسَبُ أنَّ الصَّلاَةَ قَدْ صُلِّيَتْ مِنْ كَثْرَةِ مَنْ يُصَلِّيهِمَا . رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Dahulu ketika kami berada di Madinah, lalu ketika muazin mengumandangkan azan Maghrib, mereka langsung saling berlomba untuk melakukan shalat dua rakaat dan dua rakaat. Sampai-sampai jika ada orang asing yang masuk ke dalam masjid, ia akan menyangka bahwa shalat Maghrib sudah dilaksanakan karena saking banyaknya orang yang melakukan shalat dua rakaat tersebut.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 837]

 

Faedah Hadits

  1. Imam Nawawi menjelaskan, “Riwayat-riwayat di atas menunjukkan akan dianjurkannya shalat sunnah dua rakaat antara tenggelamnya matahari dan shalat maghrib dilaksanakan. Namun mengenai anjuran shalat sunnah sebelum Maghrib ada dua pendapat dalam madzhab Syafi’i, yang paling kuat dalam madzhab adalah tidak disunnahkan. Namun berdasarkan pendapat para peneliti hadits, yang lebih kuat adalah shalat sunnah sebelum Maghrib tetap disunnahkan, alasannya karena dukungan hadits-hadits di atas.” (Syarh Shahih Muslim, 6:111).
  2. Shalat sunnah itu bertingkat-tingkat derajatnya.
  3. Para sahabat shalat menghadap tiang seperti disebutkan dalam hadits #1123, menunjukkan dianjurkan shalat menghadap sutrah. Ini jadi dalil bolehnya menjadikan tiang sebagai sutrah atau pembatas shalat.
  4. Sunnah Nabi itu ada yang berupa perkataan, perbuatan, dan ada yang persetujuan.

 

Shalat Qabliyah Maghrib Tidak Masuk dalam 12 Rakaat Rawatib

Shalat sunnah sebelum maghrib (qabliyah Maghrib) tidak masuk dalam shalat sunnah yang ditekankan. Karena yang sangat dianjurkan adalah 12 rakaat yang dijaga setiap hari sebagaimana disebutkan dalam hadits,

مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنَ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ

Barangsiapa merutinkan shalat sunnah dua belas rakaat dalam sehari, maka Allah akan membangunkan bagi dia sebuah rumah di surga. Dua belas rakaat tersebut adalah empat rakaat sebelum zhuhur, dua rakaat sesudah zhuhur, dua rakaat sesudah maghrib, dua rakaat sesudah ‘Isya, dan dua rakaat sebelum shubuh.” (HR. Tirmidz, no. 414; Ibnu Majah, no. 1140; An-Nasa’i, no. 1795; dari ‘Aisyah. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

 

Waktu Shalat Maghrib Apakah Benar Satu Waktu?

Dalam Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib karya Abu Syuja’ disebutksan, “Waktu shalat Maghrib hanya satu, dimulai saat matahari tenggelam. Lamanya sekadar azan, berwudhu, menutup aurat, iqamah, dan mengerjakan shalat lima raka’at.” Yang dimaksud shalat lima raka’at adalah shalat Maghrib tiga raka’at ditambah shalat sunnah ba’da Maghrib dua raka’at.

Dalil dari pendapat di atas adalah yang disebutkan dalam hadits Jibril karena ia pada hari pertama dan kedua mengerjakan shalat Maghrib di satu waktu. Hal ini berbeda dengan pengerjaan shalat lain yang dilakukan oleh Jibril. Demikian jadi alasan sebagian besar ulama Syafi’iyah. Inilah qoul jadiid dari Imam Syafi’i, yaitu pendapat ketika beliau di Mesir (Lihat Al-Iqna’, 1:198).

Yang pasti awal waktu shalat Maghrib adalah saat matahari tenggelam dengan sempurna. Sedangkan mengenai akhir waktu shalat Maghrib diperselisihkan oleh para ulama termasuk oleh ulama Syafi’iyah sendiri. Sebagian ulama Syafi’iyah berbeda dengan pendapat seperti Abu Syuja’ di atas. Mereka menganggap bahwa shalat Maghrib yang dilakukan oleh Jibril di satu waktu menunjukkan bahwa waktu tersebut adalah waktu fadhilah (utama). Menurut Imam Nawawi, waktu shalat Maghrib masih boleh hingga cahaya merah saat matahari tenggelam menghilang. Dalilnya adalah hadits ‘Abdullah bin ‘Amr,

وَوَقْتُ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبِ الشَّفَقُ

Waktu shalat Maghrib adalah selama cahaya merah (saat matahari tenggelam) belum hilang.” (HR. Muslim, no. 612). Inilah dalil yang menjadi alasan Imam Nawawi dan sebagian ulama Syafi’iyah lainnya yang lebih cenderung pada pendapat qodiim (yang lama, saat Imam Syafi’i di Irak) (Lihat Kifayah Al-Akhyar,hlm. 80 dan Al-Iqna’, 199). Pendapat inilah yang lebih kuat.

Juga perlu dipahami bahwa sebelum shalat Maghrib masih ada kesempatan untuk melaksanakan shalat sunnah dua raka’at. Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzaniy radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kerjakanlah shalat sebelum Maghrib dua raka’at.” Kemudian beliau bersabda lagi, “Kerjakanlah shalat sebelum Maghrib dua raka’at.” Kemudian beliau bersabda sampai yang ketiga dengan ucapan yang sama, lalu beliau ucapkan, “Bagi siapa yang mau.” Hal ini beliau katakan karena tidak disukai jika hal tersebut dirutinkan. (HR. Abu Daud, no. 1281 dan Ahmad, 5:55. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Semoga Allah beri taufik dan hidayah untuk terus menjaga amal shalih.

 

Referensi:

  1. Al-Iqna’ fii Halli Alfazhi Abi Syuja`’. Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Al-Khatib. Penerbit Al-Maktabah At-Taufiqiyah, Mesir.
  2. Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid kedua.
  3. Bughyah Al-Mutathawwi’ fi Shalat At-Tathowwu’. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Syaikh Muhammad bin Umar bin Salim Al-Bazmul. Penerbit Dar At-Tauhid.

Diselesaikan di Darush Sholihin, Rabu sore, 22 Shafar 1440 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/18891-shalat-sunnah-maghrib.html